Minggu, 22 Desember 2013

Nepotisme Dalam Perspektif Hadis



                                                                           PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Islam diturunkan oleh Allah swt. untuk dijadikan pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam hubungan keluarga, hubungan masyarakat, dan hubungan negara. Aturan atau konsep itu bersifat mengikat bagi setiap orang yang mengaku muslim.[1] Konsep Islam juga bersifat totalitas dan komprehensif, tidak boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan sebagian umat Islam. Mengambil sebagian dan membuang bagian lainnya, adalah sikap yang tercela dalam pandangan Islam.[2] Salah satu aturan Islam yang bersifat individual adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada umatnya agar dalam mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji dalam pandangan syariat.[3]
Salah satu jalan pintu menuju arah rezeki yang haram adalah melakukan  epotisme. Istilah nepotisme yang dalam bahasa arabnya biasa disebut al-muh{a>bah atau al-as\arah dipakai untuk menerangkan praktik dalam kekuasaan umum yang mendahulukan kepentingan keluarga untuk mendapatkan suatu kesempatan. Dalam pandangan hadis, suatu jabatan harus dipegang oleh orang yang berkompeten, ahli pada bidang yang ditawarkan, bahkan penyerahan jabatan kepada yang bukan ahlinya merupakan salah satu tanda akhir zaman (asyra>t} al-Sa>‘ah).[4]
Mayarakat masih dilema menyikapi nepotisme, sebagian mereka menganggap bahwa penunjukkan keluarga meskipun kompoten di bidangnya tetap dikatakan nepotisme. Sedangkan sebagian yang lain berfikiran bahwa bukan disebut nepotisme jika mengangkat kerabat dekat yang memenuhi kompetensi. Namun bagaimana dengan Islam, khususnya hadis Nabi saw. yang menjadi salah satu sumber utama ajaran Islam.[5] Prinsip apa yang ditanamkan dalam hadis, apakah soal kompetensi seseorang atas sesuatu jabatan ataukah ada tidaknya hubungan kekerabatan?. Padahal jika prinsip kekerabatan sebagai landasan, secara rasional barangkali sikap ini kurang obyektif. Hanya gara-gara hubungan kerabat, seseorang tidak berhak mendapatkan haknya, padahal ia berkompeten dalam urusan itu.
Dengan demikian, pembahasan tentang nepotisme dalam perspektif hadis Nabi saw. sangat layak untuk dikaji dan didalami dengan salah satu metodologi penelitian hadis Nabi saw., yaitu berdasarkan maud}u>‘iy/tematik.
B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang, rumusan masalah pokok dalam makalah ini adalah bagaimana nepotisme dalam perspketif hadis Nabi saw. Untuk  menjawab masalah pokok, dibuatlah sub-sub masalah sebagai