Rabu, 23 April 2014

QUR’AN SURAH AL BAQARAH AYAT 143-144



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang muslim. Di dalam al-Qur’an terdapat firman-firman Allah yang memberikan isyarat pada manusia untuk selalu berfikkir. Menjelaskan tentang umat-umat terdahulu dan perintah-perintah Allah terhadap hamba-Nya.
Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah saw. yang padanya manusia meneguhkan dirinya dalam beragama. Islam adalah agama yang berpegang teguh pada kitab suci al-Qur’an. Oleh karenanya, al-Qur’an merupakan suatu petunjuk dan pegangan bagi umat Islam yang benar-benar taat.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa teks Qur’an surah al-Baqarah ayat 143-144?
2.      Bagaimana tafsiran Qur’an surah al-Baqarah ayat 143-144?
3.      Apa asba>b al nuzu>l tafsiran Qur’an surah al-Baqarah ayat 143-144?













BAB II
PEMBAHASAN
A.  Teks Qur’an surah al-Baqarah ayat 143-144 [1]


Terjemahnya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[2] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,[3] Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

B.     Tafsiran Qur’an surah al-Baqarah ayat 143-144
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu wahai umat islam ummatan wasat}an (pertengahan) moderat dan teladan, sehingga dengan demikian keberadaan kamu dalam posisi pertengahan itu, sesuai dengan posisi Ka’bah yang berada di pertengahan pula.[4] Dalam Tafsir al H{aqi> dijelaskan bahwa Kami telah menjadikan kamu, berarti Kami telah menunjukkan kalian jalan yang benar.[5]Sedangkan dalam kitab Tafsir al Tastari’, wasat}an itu adalah adil, yaitu orang mukmin yang benar dalam beribadah.[6]  
Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan, suatu hal dimana dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi pertengahan menjadikan seseorang dapat dilihat oleh siapapun dalam penjuru yang berbeda, dan ketika itu ia dapat menjadi teladan bagi semua pihak. Posisi itu juga menjadikannya dapat menyaksikan siapa pun dan dimana pun. Allah menjadikan umat islam pada posisi pertengahan agar kamu wahai umat Islam menjadi saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain, tetapi ini tidak dapat kalian lakukan kecuali jika kalian menjadikan Rasul saw. syahid yakni saksi yang menyaksikan kebenaran sikap dan perbuatan kamu dan beliau pun kalian saksikan, yakni kalian jadikan teladan dalam segala tingkah laku. Itu lebih kurang yang dimaksudkan oleh lanjutan ayat dan agar Rasul Muhammad menjadi saksi atas perbuatan kamu.
Ada juga yang memahami ummatan wasathan dalam arti pertengahan dalam pandangan tentang Tuhan dan dunia. Tidak mengingkari wujud dalam pandangan tentang Tuhan dan dunia. Tidak mengingkari wujud Tuhan, tetapi tidak juga menganut paham poleteisme (banyak Tuhan). Pandangan islam adalah Tuhan Maha Wujud, dan Dia Yang Maha Esa. Pertengahan juga adalah umat Islam tentang kehidupan dunia ini; tidak mengingkari, dan menilainya maya, tetapi tidak juga berpandangan bahwa kehidupan dunia adalah segalanya. Pandangan Islam tentang hidup adalah di samping ada dunia juga ada akhirat. Keberhasilan di akhirat, ditentukan oleh iman dan amal saleh di dunia. Manusia tidak boleh tenggelam dalam materialisme, tidak juga membumbung tinggi dalam spiritualisme, ketika pandangan mengarah ke langit, kaki harus tetap berpijak di Bumi. Islam mengajarkan umatnya agar- meraih materi yang bersifat duniawi, tetapi dengan nilai-nilai samawi.[7]
Penggalan ayat diatas yang menyatakan, agar kamu wahai umat Islam menjadi saksi atas perbuatan manusia, dipahami juga dalam arti bahwa kaum muslimin akan menjadi saksi di masa datang atas baik buruknya pandangan dan kelakuan manusia. Pengertian masa datang itu mereka pahami dalam penggunaan kata kerja masa datang (mud}a>ri‘ atau present tense) pada kata Litaku>nu>. Penggalan ayat ini menurut penganut penafsiran tersebut mengisyaratkan pergulatan pandangan dan pertarungan aneka isme. Tetapi pada akhirnya ummatan wasat}an inilah yang akan dijadikan rujukan dan saksi tentang kebenaran dan kekeliruan pandangan serta isme-isme itu. Masyarakat dunia akan kembali merujuk kepada nilai-nilai yang diajarkan Allah, bukan isme-isme yang bermunculan setiap saat. Ketika itu, Rasul akan menjadi saksi apakah sikap dan gerak umat islam sesuai dengan tuntunan Ilahi atau tidak. Ini juga berarti bahwa umat Islam akan dapat menjadi saksi atas umat yang lain dalam pengertian di atas, apabila gerak langkah mereka sesuai dengan apa yang diajarkan Rasul saw.[8]
Pergantian kiblat itu boleh jadi membingungkan juga sebagian umat Islam, dan menimbulkan pula aneka pertanyaan yang dapat digunakan setan dan orang Yahudi atau musyrik Mekah dalam menggelincirkan mereka. Karena itu, lanjutan ayat ini menyatakan: Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblat kamu sekarang melainkan agar kami mengetahui dalam dunia nyata siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Atau, agar kami memperlakukan kamu perlakuan orang yang hendak mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.[9]
Allah sebenarnya mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang akan membelot, tetapi Dia ingin menguji manusia, siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot sehingga pengetahuan-Nya yang telah ada sejak azzal itu, terbukti di dunia nyata, dan bukan hanya Dia mengetahuinya sendiri, tetapi yang diuji dan orang lain mengetahui. Apa yang dilakukan-Nya tidak ubahnya seperti seorang guru yang telah mengetahui keadaan seorang siswa bahwa dia pasti tidak akan lulus, tetapi untuk membuktikan dalam dunia nyata pengetahuannya itu, menguji sang siswa sehingga ketidaklulusannya menjadi nyata, bukan hanya bagi sang guru tetapi juga sang murid dan rekan-rekannya.
Dan sungguh pemindahan kiblat itu terasa amat berat, kecuali orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Pemindahan kiblat berupa ujian, dan ujian itu, berat bagi yang jiwanya tidak siap, serupa dengan beratnya ujian bagi siswa yang tidak siap.
Selanjutnya untuk memenangkan kaum muslimmin menghadapi ucapan orang-orang Yahudi bahwa ibadah mereka ketika mengarah ke Bait al Maqdis tidak diterima Allah swt., dan atau memenangkan keluarga orang-orang muslim yang telah meninggal dunia sehingga tidak akan menyia-nyiakan amal-amal saleh kamu. Di sini kata iman yang digunakan menunjuk amal saleh khususnya shalat karena amal saleh harus selalu dibarengi oleh iman; tanpa iman, amal menjadi sia-sia.[10]
Firman-Nya: Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia, seakan-akan berpesan kepada kaum muslimin: Ingatlah hai kaum muslimin bahwa Tuhan yang kamu sembah adalah Tuhan yang kasih sayangnya melimpah sehingga tidak mungkin Dia menyia-nyiakan usaha kamu, lagi Maha Penyayang. Dengan demikian Dia tidak menguji kamu melebihi kemampuan kamu.
Itulah jawaban yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin, jika pada saatnya nanti perintah mengalihkan kiblat dari bait al Maqdis ke Ka’bah di Mekah. Jawaban ini sekaligus menyiapkan mental kaum muslimin menghadapi aneka gangguan serta gejolak pikiran menyangkut peralihan kiblat dan dengan demikian, diharapkan jiwa mereka lebih tenang menghadapi hal-hal tersebut.[11]
Kata qad yang diterjemahkan dengan sering pada firman-Nya: Sungguh Kami sering melihat wajahmu (penuh harap) menengadah ke langit ada yang memahaminya dalam arti sedikit, sehingga bila pendapat ini diterima maka terjemahan ayat diatas adalah Kami sesekali melihat wajahmu dst. Betapa pun, apakah sesekali atau sering, yang jelas, melalui ayat ini Allah menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw. bahwa Dia mengetahui keinginan, isi hati atau doa beliau agar kiblat segera dialihkan ke Mekah, baik sebelum adanya informasi dari Allah tentang sikap orang-orang Yahudi bila kiblat dialihkan, lebih-lebih sesudah adanya informasi itu.[12]
Ayat di atas kemudian menambahkan uraiannya dengan menyatakan: Maka, guna memenuhi keinginanmu, serta mengabulkan doamu sungguh Kami akan memalingkan ke kiblat yang engkau sukai, maka. Kini palingkanlah wajahmu ke arah Mesjid al –h}aram. Demikian Allah mengabulkan keinginan Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya, setelah jelas bahwa keinginan Nabi Muhammad saw. telah dikabulkan, maka perintah kali ini tidak lagi hanya ditujukan kepada beliau sendiri sebagaimana bunyi redaksi penggalan ayat yang lalu, tetapi ditujukan kepada semua manusia tanpa kecuali, sebagaimana dipahami dari redaksi berikut yang berbentuk jamak, Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajah-wajah kamu ke arahnya.[13]
Ayat ini turun ketika Nabi berada di satu rumah di Madinah, yang kini dikenal dengan mesjid Bani> Salamah, sehingga di mana saja kamu berada walau bukan di rumah tempat turunnya ayat ini atau bukan pada waktu itu. Itu minimal yang dapat dipahami dari perintah ini, walau sebenarnya bisa lebih luas dari itu.
Bagaimana dengan al-sufaha>’ yang disinggung sebelum ini? Lanjutan ayat menjelaskan bahwa: Sesungguhnya orang-orang yang diberi al-Kita>b yakni Taurat dan Injil mengetahui, bahwa berpaling ke Mesjid al Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka dan juga Tuhan kaum muslimin. Mereka mengetahui bahwa itu benar, karena dalam kitab mereka ada keterangan bahwa nabi yang akan diutus akan mengarah ke dua kiblat Bait al Maqdis dan Ka’bah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan termasuk upaya mereka menyembunyikan kebenaran itu.[14]
C.   Asba>b al Nuzu>l Surah al Baqarah ayat 143-144
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. Shalat menghadap ke Bait al Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan kiblat diarahkan ke Ka’bah atau Masjid al Haram), sehingga turunlah ayat tersebut diatas yang menunjukkan kiblat ke arah Masjid al Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: “Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan kiblat (dari Bait al Maqdis ke Ka’bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Bait al Maqdis?” Maka turunlah ayat lainnya yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berpikiran kerdil di masa itu berkata: “Apa pula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari kiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Bait al Maqdis ke Ka’bah)?” Maka turunlah ayat lainnya lagi sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah kiblat.[15]













DAFTAR PUSTAKA

Departemen agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Al-Mizan Publishing House, 2009.
M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an. Cet; XI, Tangerang: Lentera Hati, 2007.
Haqi>, Tafsir al H{aqi>. t.p: Mau>qi’ al Tafa>sir, t.th.
Al Tastari’, Tafsir al Tastari’. t.p: Mau>qi’ al Tafa>sir, t.th.
S}a>leh}, Dah}lan, dkk, Asba>b al Nuzu>l. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009.




[1]Departemen agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Al-Mizan Publishing House, 2009), h. 23. 
[2]Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
[3]Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggununggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
[4]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, (Cet; XI, Tangerang: Lentera Hati, 2007), h. 347. 
[5]Haqi>, Tafsir al H{aqi>, (t.p: Mau>qi’ al Tafa>sir, t.th), h. 22.
[6]Al Tastari’, Tafsir al Tastari’, (t.p: Mau>qi’ al Tafa>sir, t.th), h. 22.
[7] M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 347-348.
[8] M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 348.
[9] M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 348.
[10]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 349.
[11]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 349.
[12]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 350.
[13]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 350.
[14]M. Qurais S}ih}ab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, h. 351.
[15]S}a>leh}, Dah}lan, dkk, Asba>b al Nuzu>l, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009), h. 42-43.

1 komentar:

  1. If you're trying to lose kilograms then you certainly have to get on this totally brand new custom keto diet.

    To design this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and professional chefs have joined together to develop keto meal plans that are effective, suitable, cost-efficient, and fun.

    Since their grand opening in early 2019, thousands of individuals have already remodeled their figure and health with the benefits a certified keto diet can give.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover eight scientifically-tested ones given by the keto diet.

    BalasHapus